Inilah Fakta Tragis Perburuan Penyihir di Papua Nugini yang Selalu Berakhir dengan Kematian
Pernah mendengar tragedi pembakaran penyihir pada abad ke-17? Ya, tragedi Salem itu menyebabkan puluhan wanita yang dianggap penyihir meninggal dunia. Mereka digantung di hadapan banyak orang sebelum akhirnya dibakar hingga habis. Tragedi ini begitu membakar karena orang yang dianggap sebagai penyihir itu belum tentu melakukan hal mengerikan seperti kutuk dan sejenisnya.
Setelah ratusan tahun berlalu, tradisi perburuan terhadap penyihir nyatanya tetap dilakukan. Di kawasan Papua Nugini yang sebagian besar penduduknya masih primitif, perburuan penyihir terus dilakukan. Siapa saja yang dianggap penyihir langsung diseret, disiksa, hingga akhirnya meninggal dengan cara mengerikan. Berikut fakta tragis tentang perburuan penyihir di Papua Nugini itu.
Korban Berjatuhan Setiap Tahunnya
Setiap tahun ada sekitar 150-an orang yang meninggal dunia dengan cara mengenaskan di Papaua Nugini. Orang tersebut meninggal karena disiksa di depan banyak orang sebelum akhirnya dibunuh dengan cara mengenaskan. Biasanya mereka akan dibakar hidup-hidup dengan disaksikan oleh banyak orang. Rumah dari orang yang terduga penyihir ini juga akan dibakar hingga rata dengan tanah.
Organisasi kemanusiaan di Papua Nugini biasanya menyelamatkan lebih dari 400 orang yang dikejar oleh pemburu penyihir. Mereka dilindungi agar tidak disiksa di depan banyak orang sebelum akhirnya meninggal dunia dengan cara yang mengenaskan. Banyak dari terduga penyihir ini dimasukkan ke sebuah kamp agar keselamatannya terjamin.
Pertanda Buruk dari Penerawangan
Sebagian besar penduduk di Papua Nugini belum memeluk agama. Mereka masih percaya dengan apa yang dikatakan oleh kepala adat atau desa. Apa yang keluar dari mulut pimpinan itu selalu dianggap benar. Meski akhirnya mereka memburu manusia yang dicurigai penyihir, tidak ada beban atau merasa bersalah sedikit pun di dalam diri mereka.
Perburuan terhadap penyihir biasanya diawali dengan penerawangan dari seorang yang dianggap memiliki kekuatan hebat. Dari penerawangan itulah akhirnya didapatkan sebuah wahyu untuk memburu atau membunuh penyihir. Dari penerawangan itu akhirnya beberapa algojo disuruh untuk melakukan aksi keji terhadap terduga penyihir. Saat seseorang diseret dan disiksa, tidak akan ada warga yang membantu karena mereka takut terkena sihir atau dianggap teman penyihir.
Tingkat Pendidikan Rendah Picu Pembunuhan
Papua Nugini memiliki tingkat pendidikan yang rendah jika dibandingkan negara lain di sekelilingnya. Penduduk di sini rata-rata tidak sekolah dan bekerja di ladang atau berburu di dalam hutan. Keadaan ini membuat banyak warga tidak tahu mengenai mana yang dianggap benar dan mana yang dianggap salah.
Apa saja yang dikatakan oleh pimpinannya memiliki kebenaran mutlak. Orang luar tidak akan pernah dianggap. Bahkan jika mereka terlihat mencurigakan bisa saja target berburuan penyihir akan disasarkan padanya. Penduduk tidak menggunakan logika karena mengikuti perintah dari atasannya adalah kebenaran yang hakiki.
Penyakit yang Selalu Dianggap Kutukan
Pemicu utama mengapa banyak perburuan penyihir dilakukan di sini adalah takutnya penduduk pada ilmu hitam. Warga di banyak desa di Papua Nugini meyakini kalau penyakit mematikan yang ada di desanya disebabkan oleh penyihir. Kalau ingin wabah penyakitnya hilang, maka penyihir harus segera dibabat hingga habis secepat mungkin.
Warga di sini kurang mendapatkan akses kesehatan. Akhirnya apa saja yang membuat manusia meninggal dunia selalu dianggap pekerjaan dari penyihir. Padahal penyakit yang diderita oleh banyak orang itu bisa disembuhkan dengan cepat jika mendapatkan obat. Penduduk di sana tidak peduli dengan apa itu obat modern. Pokoknya kalau banyak kasus kematian ya ulah penyihir yang rata-rata adalah wanita.
BACA JUGA: Inilah Ilmu Hitam Paling Ganas yang Konon Masih Dipakai Masyarakat Indonesia
Inilah fakta tragis tentang perburuan penyihir yang ada di Papua Nugini. Hanya karena takut pada ilmu hitam dan minimnya pengetahuan tentang kesehatan, setiap tahun ratusan orang dibantai dengan mengerikan. Semoga, praktik seperti ini segara hilang di zaman yang sudah semakin maju ini. Next
No comments: