Header Ads

Menengok Kehidupan Wanita Jawa di Masa Penjajahan yang Ternyata Tidak Senahas Cerita-Cerita



Berbicara soal wanita Jawa di masa penjajahan, mungkin yang ada di pikiran banyak orang adalah kehidupan mereka yang nestapa. Ya, tentang mereka yang dijadikan pemuas saja dan selalu berkutat di 3M alias Manak,  Macak, dan Masak. Bahkan soal wanita sebagai pemuas, ada istilah Nyai di mana mereka hanya bertugas melayani syahwat saja, tak lebih.


Secara umum orang-orang akan berpikir seperti itu, namun pada kenyataannya kehidupan wanita Jawa tidaklah senahas ini. Tak banyak yang tahu jika para wanita ini ternyata adalah sosok yang berani berjuang. Bukan hanya tentang menuntut hak dan keadilan, tapi juga menggantikan posisi pria dalam hal-hal tertentu. Wanita Jawa bukan hanya barang yang dipakai melampiaskan birahi, namun mereka lebih dari itu.


Sudah saatnya kita mengubah mindset soal wanita Jawa di masa kolonial yang dianggap sama seperti barang. Pasalnya, sejarah membuktikan kalau mereka tidaklah seperti itu.


Bukan Cuma Urusan Kasur, Wanita Jawa juga Bekerja Keras


Banyak anggapan yang mengatakan kalau wanita Jawa di masa penjajahan dulu adalah sosok yang lemah dan tanpa daya. Padahal, yang terjadi justru sebaliknya. Ya, mereka lebih tangguh dari yang dikira. Salah satunya adalah fakta kalau wanita Jawa di masa itu juga bekerja keras.


Wanita Jawa bekerja keras [Image Source]

Wanita Jawa bekerja keras [Image Source]

Dulu adalah lazim menemui para wanita-wanita bekerja. Tak hanya berdagang atau mengerjakan pekerjaan halus, tapi juga buruh kasar. Kadang, mereka juga menggantikan posisi suami sebagai pencari nafkah utama dan bekerja sampai tengah malam. Adalah salah kalau kita mengira wanita-wanita Jawa di masa itu lembek dan hanya disuapi.

Wanita-Wanita di Zaman Dulu Berani Protes dan Menuntut Hak


Asumsi kebanyakan orang tentang wanita Jawa di masa kolonial adalah sosok yang penurut dan mau diperlakukan buruk. Padahal, lagi-lagi yang semacam ini adalah salah total. Ya, dulu mereka juga melawan ketika tidak diperlakukan dengan benar. Termasuk dengan cara protes dan menuntut hak.


Wanita Jawa berani menuntut hak [Image Source]

Wanita Jawa berani menuntut hak [Image Source]

Ada sebuah kisah unik di masa itu yang bakal membuka mata kita. Tersebutlah seorang wanita bernama Mbok Partawigena yang bekerja sebagai buruh batik di seorang wanita Belanda bernama Nyonya Bereh. Diceritakan kalau si Mbok ini tiba-tiba ditangkap tanpa sebab oleh aparat. Marah, kemudian Mbok Partawigena protes. Sejurus kemudian si Mbok dengan tegas membeberkan semuanya termasuk fakta-fakta kalau ia tak menyalahi aturan kerja. Nyonya Bereh pun terhenyak ketika tahu buruhnya bisa begitu tegas.

Wanita Jawa juga Penuntut Soal Keadilan


Wanita Jawa bukanlah sosok lemah yang dengan ikhlas menerima ketika diperlakukan tidak adil. Sebaliknya, mereka akan dengan sangat berani menuntut keadilan. Seperti kisah Mbok Partawigena tadi, ia berani protes ketika dituduh macam-macam oleh majikannya. Hal yang serupa namun beda juga dilakukan oleh seorang wanita bernama Mbok Jayawigena.


Wanita jawa penuntut keadilan [Image Source]

Wanita jawa penuntut keadilan [Image Source]

Mbok Jayawigena ini pernah mendapatkan perkosaan dari seorang pria. Alih-alih diam dan meratap, ia malah dengan berani melaporkan kejadian ini ke kepolisian kolonial. Dengan bermodalkan bukti dan saksi, si Mbok pun berhasil menjebloskan pemerkosanya ke penjara. Inilah fakta, ketika mereka diperlakukan buruk maka wanita-wanita Jawa pun akan berjuang untuk mendapatkan keadilan.

Wanita Zaman Dulu Berani Menuntut Cerai


Ya, kalau kita masih percaya dengan asumsi yang mengatakan wanita-wanita Jawa di masa kolonial itu lemah, maka tentu adalah hal yang mustahil bagi mereka untuk menuntut pisah. Apa pun yang terjadi, wanita tidak punya hak untuk mendeklarasikan pisah. Namun, karena wanita Jawa ternyata sangat berani dan kuat, maka mengumandangkan pisah bukan masalah bagi mereka jika perlu.


Wanita Jawa tak segan melayangkan cerai [Image Source]

Wanita Jawa tak segan melayangkan cerai [Image Source]

Dalam sebuah buku pernah dijelaskan jika dulu pernah ada kasus wanita yang meminta cerai, namanya adalah Raden Ayu Notodiningrat. Jadi, ceritanya si Raden Ayu ini sudah tidak betah dengan perlakuan kasar suaminya, hingga akhirnya ia meminta cerai. Sang Raden Ayu mengajukan ini kepada eyangnya dan dengan penjelasan gamblang akhirnya disetujui. Begitulah, ketika dirasa sudah tidak cocok lagi, wanita-wanita dulu berani mengajukan pisah. Tidak hanya pasrah dengan semua keadaan yang tidak menguntungkannya.

Ketika belakangan ini orang-orang baru gembar-gembor soal emansipasi. Siapa sangka jika wanita-wanita Jawa sudah melakukan hal tersebut lama sekali. Ini jadi bukti akan kehebatan mereka. Hebatnya lagi, hal yang diupayakan oleh para wanita ini turut membuat orang-orang kolonial melek matanya. Mereka sadar kalau semua orang harus diperlakukan sama dan sejajar. Prev


No comments:

Powered by Blogger.