Header Ads

Menengok Kehidupan Miris di Boven Digoel, Kamp Tawanan Bikinan Belanda untuk Pejuang Indonesia



Tempat pengasingan bukan barang baru lagi bagi para pejuang Indonesia. Sudah menjadi hal yang lumrah, jika ada pejuang yang tiba-tiba diasingkan karena tindak tanduknya melawan penjajah. Namun tetap saja, pengasingan menjadi sebuah momok yang tak terelakkan.


Salah satu tempat pengasingan yang pernah ada di Indonesia adalah Boven Digoel. Pernahkan kamu mendengar nama tempat ini? Tempat pembuangan Boven Digoel terletak di tanah Papua bagian selatan. Lokasi tepatnya berada di hulu Sungai Digoel.


Banyak pejuang kita yang pernah diasingkan di sana. Salah satunya adalah Bung Hatta. Kabar menyebutkan, kehidupan di Boven Digoel ini begitu miris. Kurang lebih tak ada bedanya dari kamp konsentrasi yang ada di berbagai negara. Lalu, bagaimanakah kehidupan orang buangan ini di sana? Simak ulasan menarik berikut ini.


Boven Digoel Terletak di Pelosok Belantara Papua


Kalau ingin mengunjungi Boven Digoel dari Merauke, jarak yang harus ditempuh adalah sejauh 410 km. Jauh banget kan? Ya, Boven Digoel memang masih terletak di dalam belantara. Untuk sampai di kamp pengasingan ini kita bisa naik kapal, tapi akan sangat memakan waktu yang lama yaitu seminggu.


Ilustrasi hutan belantara [image source]
Boven Digoel awalnya merupakan hutan belantara, baru pada 12 November 1926 dibukalah kamp pengasingan ini untuk membuang para pejuang yang dianggap membangkang peraturan Belanda.


Menjadi Tempat Pengasingan Pemberontak PKI dan Pejuang Pergerakan Nasional


Lokasi Boven Digoel yang berada di tengah hutan belantara sengaja dipilih oleh Belanda untuk membuang para pembangkang. Tercatat sekitar ribuan orang pernah dibuang ke sini. Beberapa tokoh terkenal tersebut termasuk Bung Hatta, Sutan Syahrir, dan Sayuti Melik. Lahan seluas 10 ribu hektar ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu Tanah Merah, Gudang Arang, dan Tanah Tinggi.


Bung Hatta [image source]
Kloter pertama tiba pada tahun 1927 dari Banten. Mereka tiba dengan kendaraan kapal yang memuat sebanyak 1300 orang. Rombongan pertama ini datang pada bulan Januari. Pada Maret 1927 menyusul ratusan orang tiba di kamp ini. Bung Hatta sendiri diasingkan di Boven Digoel pada tahun 1934.


Kehidupan Para Buangan di Boven Digoel


Para buangan di Boven Digoel nggak hidup seperti kita. Untuk bertahan hidup, mereka harus membangun rumah sendiri. Di sini mereka juga harus bekerja agar bisa mendapat jatah makanan. Kamp pembuangan Boven Digoel memang tidak dilindungi oleh tembok tinggi atau pagar kawat. Namun, bagi siapa saja yang mencoba kabur dari sini dipastikan akan meninggal karena diserang binatang buas atau ditangkap kembali oleh penjaga.


Ilustrasi suku liar Papua [image source]
Di Boven Digoel mereka juga harus bergelut dengan kesepian dan keterasingan. Nggak perlu dibayangkan bagaimana tersiksanya mereka. Belum lagi serangan nyamuk yang menyebabkan penyakit malaria. Tercatat sudah banyak orang buangan yang meninggal gara-gara penyakit ini. Selain malaria, kelaparan juga menjadi penyebab hilangnya nyawa tawanan. Tak sedikit dari mereka yang mencoba kabur ke Australia, tapi tak semuanya berhasil. Orang buangan di Boven Digoel juga harus waspada dengan suku asli yang masih liar.


Meskipun tak ada praktik siksaan dan pembunuhan di Boven Digoel, tempat ini juga bisa disebut sebagai kamp konsentrasi a la Belanda. Manusia di sini disiksa dengan kesepian dan perasaan asing yang berkepanjangan. Pasti tersiksa sekali merasakan kesepian dalam rentang waktu yang lama.


No comments:

Powered by Blogger.