Header Ads

3 Pesohor yang Tumbang di Pilkada 2017





Pesona artis di dunia politik belum memudar. Artis atau pesohor, terutama yang wajahnya sering wara wiri di layar kaca, selalu jadi magnet untuk dijadikan vote getter, entah sebagai calon legislator atau disokong di pemilihan kepala daerah. Partai pun berlomba-lomba menggadang artis maju gelanggang. Banyak yang sukses bisa menang dan menggenggam tiket kekuasaan. Ada yang masuk parlemen, beberapa lainnya jadi kepala daerah atau wakil kepala daerah.


Ya, artis memang punya branding tersendiri. Ia berangkat bukan dari nol. Modal popularitas menjadi modal utama bagi artis mengarungi belantara politik. Dari sisi ini, mereka tak perlu lagi susah mesti jungkir balik membangun citra. Mereka sudah punya modal dari statusnya sebagai pesohor. Eko Patrio, Anang Hermansyah, Dede Yusuf, Rachel Maryam, Dedi Mizwar, Krisna Mukti, Pasha Ungu, Vena Melinda, Zumi Zola, dan masih banyak lagi, adalah sederet artis yang sukses mentas di panggung politik. Tapi, meski begitu, bukan berarti semua artis langsung sukses begitu mencoba peruntungan di dunia politik. Ada pula yang kemudian terjungkal, alias tumbang di gelanggang kalah oleh calon yang non artis.


Di Pilkada serentak, ada beberapa artis yang coba manggung berlaga berebut tiket kekuasaan. Di pemilihan serentak 2015, ada beberapa yang sukses mendulang kemenangan. Misalnya Zumi Zola yang menang di pemilihan gubernur Jambi. Artis lain yang sukses adalah Pasha Ungu. Pasha mampu menang di pemilihan wali kota Palu, meski ia maju hanya sebagai calon wakil walikota. Kini, keduanya sudah bertahta jadi pemimpin di daerahnya masing-masing.


Di pemilihan kepala daerah serentak 2017, ada beberapa artis yang coba mengikuti jejak Zumi Zola dan Pasha Ungu. Sayang, kiprah mereka di gelanggang Pilkada tak semulus Zumi Zola dan eks vokalis Band Ungu tersebut. Mereka justru tumbang, gagal mendapat tiket kekuasaan. Siapa sajakah mereka?


1. Dicky Candra


Dicky Candra, lelaki kelahiran Kota Tasikmalaya 12 Mei 1974  mulai dikenal di dunia hiburan sebagai artis sinetron. Lantas Dicky merambah pula sebagai komedian. Dan di jagad hiburan, Dicky mendulang kesuksesannya. Namanya terkenal, dan banyak dikenal orang. Wajahnya pun kerap wara wiri di layar kaca. Modal itulah yang kemudian dimanfaatkan Dicky ketika dia membanting setir masuk dunia politik. Dunia yang sama sekali baru bagi pesinetron sekaligus komedian tersebut. Kabupaten Garut, jadi tempat awal Dicky menapaki dunia politik.


Dicky Chandra [Image Source]
Tahun 2009 Dicky maju dalam pemilihan bupati Garut. Ia maju bersama Aceng Fikri. Menariknya, Dicky dan Aceng maju lewat jalur independen, jalur yang tak membutuhkan dukungan partai, tapi butuh dukungan KTP warga. Dicky maju sebagai calon wakil bupati. Sementara calon bupatinya adalah Aceng Fikri. Hebatnya, duet Aceng-Dicky bisa menang. Padahal yang dilawan adalah pasangan calon yang diusung partai. Banyak analis politik yang kemudian menganalisa, kemenangan Aceng-Dicky tak lepas dari faktor Dicky sebagai pesohor dunia hiburan. Faktor Dicky sebagai selebritis yang menjadi penentu kemenangan.


Aceng dan Dicky Chandra [Image Source]
Namun sayang duet tersebut harus runtas di tengah jalan. Dicky memutuskan mengundurkan diri sebagai Wakil Bupati di tengah masa jabatannya. Maka yang tersisa hanya Aceng. Saat mundur, Dicky merasa sudah tak ada kecocokan dengan teman duetnya tersebut. Dicky pun sempat berujar, dunia politik bukan dunianya. Dicky pun kembali ke dunia hiburan, habitat awalnya. Wajahnya pun kembali menghias layar televisi. Aceng sendiri kemudian dimakzulkan oleh DPRD Garut karena kasus pernikahan sirinya dengan seorang gadis yang menghebohkan itu.


Tapi, menjelang pemilihan kepala daerah serentak 2017, kembali terpetik kabar Dicky maju gelanggang. Dan itu, bukanlah kabar burung. Dicky benar-benar maju dalam pemilihan. Kali ini, ia maju bukan di Pilkada Garut. Tapi, Dicky maju untuk berebut tiket kekuasaan di pemilihan wali kota Tasikmalaya. Berpasangan dengan Denny Romdony, Dicky coba mengulang kembali kesuksesannya di Garut. Tapi, apa daya, hasrat menjadi Wali Kota Tasikmalaya terpaksa harus dibuangnya. Hasil real count Pilwakot Tasik yang dilakukan KPUD Tasikmalaya mencatatkan suara Dicky kalah oleh pasangan lain.


Duet Dicky-Denny hanya meraup 22, 55 persen suara. Sementara yang jadi pengumpul suara terbanyak adalah pasangan Budi Budiman-M Yusuf yang mendulang 40,05 persen suara. Dipastikan jika melihat hasil hitung cepat tersebut, Dicky gagal di Tasik. Apalagi dari tiga pasangan yang berlaga di Tasik, Dicky-Denny raihan suaranya paling jeblok alias ada di nomor buncit. Sepertinya Dicky harus kembali berujar, bahwa dunia politik memang bukan tempatnya.


2. Ahmad Dhani


Ahmad Dhani, adalah pesohor lain yang juga mencoba menjajal ‘menjual’ popularitasnya di dunia politik. Pentolan Dewa 19 ini  mulai aktif di dunia politik, saat pemilu 2014. Ketika itu, Dhani, lelaki kelahiran Surabaya 26 Mei 1972 itu jadi juru kampanye bagi PKB. Bersama bandnya, Dhani tampil di mana-mana memeriahkan panggung kampanye PKB.


Ahmad Dhani dan PKB [Image Source]
Tapi, di pemilihan presiden, Dhani pecah kongsi dengan PKB. Ia tak lagi ikut garis politik partai nahdliyin tersebut yang memilih mendukung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Dhani memilih mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, rival Jokowi-Kalla di Pilpres 2014. Ia pun getol mengkampanyekan Prabowo. Bahkan sempat membuat lagu dan video klip khusus untuk mendukung Prabowo. Tapi video klip itu kemudian menuai masalah. Dhani diprotes banyak orang, karena memakai baju yang mirip dengan pakaian tentara Nazi Jerman. Selain itu, lagu yang digunakannya juga kena protes. Lagu kampanye untuk Prabowo, mengadaptasi lagu We Will Rock You, miliknya Band Queen.  Salah satu pentolan Band Queen kemudian memprotes Dhani, karena menggunakan lirik lagu tanpa seizinnya.


Memasuki tahun 2016, Dhani kembali meramaikan bursa pemberitaan. Kali ini, nama Dhani ramai diberitakan bukan lagi karena kesandung video klip yang kontroversial itu. Tapi, suami Mulan Jameela ini ramai diberitakan karena berambisi jadi Gubernur Jakarta. Bahkan, sejak Dhani mendeklarasikan kesiapannya jadi Gubernur Jakarta, ia langsung tancap gas, menyerang Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, petahana yang rencananya bakal maju kembali. Di berbagai kesempatan Dhani getol menyerang Ahok, dan berkoar-koar dirinya lebih pintar dan punya kemampuan lebih dibanding sang petahana.


Ahmad Dhani vs Ahok [Image Source]
Di berbagai media, Dhani kerap mengumbar program-programnya bila dia terpilih jadi orang nomor satu di Jakarta. Ia pun getol sowan ke berbagai tokoh. Dhani juga rajin bertemu orang partai dan bertamu ke markasnya. Tidak hanya itu, Dhani juga rajin blusukan ke kampung-kampung, bertemu dengan para warga. Kasidah Cinta, demikian Dhani menyebut acara blusukannya ke kantong-kantong pemukiman warga.


Tapi status pesohor yang disandang Dhani ternyata tak terlalu diminati partai. Sampai menjelang pendaftaran calon, nasib Dhani di Pilgub Jakarta tak jelas. Tidak ada satu pun partai yang meminangnya. Mungkin karena merasa jualannya sebagai calon gubernur tak laku, Dhani putar haluan. Ia coba mempromosikan diri jadi kandidat calon wakil gubernur. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sempat dibujuknya via telepon. Kepada Ganjar, Dhani menyatakan kesiapannya sebagai calon wakil gubernur bila Ganjar berminat maju jadi calon gubernur Jakarta. Sayang gayung tak bersambut. Tawaran Dhani ditanggapi dingin oleh Ganjar. Ganjar menyatakan tak berminat maju di Pilgub Jakarta.


Embay Mulya Syarif [Image Source]
Ambisi Dhani dapat mentas di panggung Pilgub Jakarta pun meruap. Pada akhirnya, tidak ada satu pun partai yang meminangnya. Dhani pun gigit jari. Tapi tak putus asa, Dhani putar haluan. Datang tawaran dari PKS, untuk maju di pemilihan bupati Bekasi. Tawaran itu langsung disambar, meski Dhani harus turun derajat menjadi calon wakil bupati. Di sokong PKS dan Gerindra, Dhani maju mendampingi Sa’duddin, kader PKS di Pilbup Bekasi. Dalam berbagai kesempatan Dhani berkoar optimis bakal menang.


Tapi, kenyataannya berbanding 180 derajat. Hasil quick count atau hitung cepat yang dilakukan Jaringan Suara Indonesia, maupun real count KPU Bekasi membuat Dhani harus melupakan mimpinya jadi wakil bupati Bekasi. Perolehan suaranya hanya 25 persenan masih kalah jauh dengan perolehan suara yang diraup pasangan Hasanah Yasin-Eka Supriatmadja yang mendulang 42 persen suara versi hitung cepat JSI. Ada empat pasangan calon yang berlaga di Bekasi. Dengan perolehan suara sebesar itu, Dhani kembali harus menelan pil pahit. Gagal di Jakarta, tumbang pula di Bekasi.


3. Rano Karno


Saat Rano Karno, artis yang tenar dengan perannya sebagai si Doel di sinetron berseri ‘ Si Doel, Anak Sekolahan’ menang di pemilihan bupati Tangerang pada 2008, namanya langsung memikat publik. Saat itu, Rano mencalonkan diri sebagai calon wakil Bupati. Rano pun dianggap sebagai artis yang akan sukses di dunia politik. Apalagi kemudian, setelah itu, Rano kembali maju ke level pemilihan di atasnya. Rano maju di pemilihan gubernur Banten, meski bukan sebagai calon gubernur. Rano maju di pemilihan gubernur Banten, sebagai calon nomor dua, alias calon wakil gubernur. Rano jadi pendamping Ratu Atut Chosiyah yang jadi calon gubernurnya.


Ratu Atut dan Rano Karno [Image Source]
Dan di pemilihan gubernur, duet Atut-Rano sukses jadi jawara. Keduanya jadi pemenang suara terbanyak. Rano pun resmi naik kelas jadi wakil gubernur. Bahkan kemudian, Rano naik kelas kembali jadi gubernur Banten, karena Atut sang gubernur kesandung kasus di KPK. Atut masuk penjara, Rano naik takhta. Pada 2017, Banten kembali menggelar pesta pemilihan gubernur. Rano yang berstatus petahana kembali maju. Bersama Embay Mulya Syarif, Rano maju gelanggang. Lawannya bukan pasangan yang remeh. Yang dilawan Rano adalah pasangan Wahidin Halim-Andika Andika Hazrumy yang disokong klan Atut. Andika yang jadi calon wakil gubernur tak lain adalah putra kandung Ratu Atut Chosiyah.


Hasil quick count Pilgub Banten pun keluar, sesaat setelah pemungutan suara selesai. Perolehan suara Rano-Embay dan Wahidin-Andika berkejar-kejaran. Rano sempat memimpin, kemudian disalip Wahidin. Saling salip perolehan suara terjadi di antara kedua pasangan. Dan, selisihnya cukup tipis, tak pernah lebih dari satu persen. Sampai akhirnya, hasil final quick count menyatakan perolehan suara Wahidin-Andika ‘mengalahkan’ Rano-Embay, meski selisihnya sangat tipis.


Rano Karno dan Embay Mulya Syarif [Image Source]
Hasil hitung cepat lembaga survei Indikator misalnya mencatatkan Wahidin Halim-Andika Hazrumy mendapat suara sebanyak 50,32 persen. Sementara pasangan Rano Karno-Embay Mulya Syarif meraup 49,68 persen suara. Sementara hasil real count KPUD Banten juga hasilnya tak begitu jauh berbeda. Selisih perolehan suara antara dua pasangan calon sangat tipis. Wahidin-Andika meraup 50,82 persen suara. Sedangkan pasangan Rano-Karno dulangan suaranya ada di angka 49,18 persen.


Menariknya, ada 15 TPS di Tangerang yang mesti dilakukan pemungutan suara ulang, karena dianggap ada pelanggaran prosedur. Tentu ini peluang bagi Rano-Embay membalikan keadaan. Terlebih lagi, beberapa jam menjelang hari pemungutan, kepolisian Banten menggerebek sebuah gudang berisi sembako yang diduga hendak dipakai untuk mempengaruhi pemilih. Kasus sembako Pilkada itu tentu jadi senjata lain bagi Rano-Embay, jika memang nanti pada akhirnya hasil pemilihan gubernur Banten dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Kubu Rano bisa mengklaim, gudang sembako adalah bukti sahih terjadinya kecurangan yang terstruktur, massif dan sistematis. Bentuk kecurangan yang bisa menggagalkan kemenangan pasangan calon.


Namun terlepas dari semua itu, modal pesohor tak otomatis bisa berbuah kesuksesan di dunia politik. Bahkan, bisa jadi bakal tekor. Tumbangnya Dicky, Ahmad Dhani dan Rano, adalah bukti bahwa selebritis tak selamanya sukses di panggung politik.




No comments:

Powered by Blogger.