Header Ads

Pawukon, Kalender Jawa Kuno yang Digunakan Menentukan Hari Baik atau Nahas



Meski hidup di zaman yang serba modern, masyarakat Indonesia tidak begitu saja meninggalkan tradisi budayanya. Terbukti dalam kehidupan sehari-hari, masih saja ada hal-hal menyangkut tradisi yang dipegang teguh masyarakat. Salah satu contoh tradisi yang akrab kita temui dalam keseharian adalah menentukan hari baik. Masyarakat Indonesia, khususnya Jawa dan Bali, sangat meyakini bahwa peristiwa penting harus dilakukan di hari-hari baik. Konon, hal ini dilakukan agar tidak ada hal buruk menimpa.


Ada banyak peristiwa penting yang harus dicarikan hari baik. Misalnya pernikahan, khitanan anak, membangun rumah, bahkan sampai menanam tumbuhan pun harus menunggu hari baik. Nah, penentuan hari baik ini dilakukan dengan menggunakan kalender yang disebut Pawukon. Pawukon merupakan kalender yang biasa digunakan masyarakat Jawa dan Bali. Seperti apa kalender ini, berikut beberapa faktanya.


Pawukon, Kalender Perhitungan Murni


Merupakan kalender tradisional, Pawukon digunakan sejak ribuan lalu oleh masyarakat Indonesia. Dalam kalender ini, tidak ada angka tahun. Yang ada hanya wuku, dimana 1 wuku sama dengan 7 hari.  Hari pertama Sedangkan satu tahun Pawukon memiliki 30 wuku dengan nama berbeda. Siklus awal Pawukon dimulai dengan wuku Sinta dan diakhiri dengan Watugunung, untuk kemudian kembali lagi ke wuku pertama.


Kalender Pawukon [image: source]

Kalender Pawukon sendiri memuat 210 hari dalam setahun. Siklus hariannya disebut saptawara yang dimulai dari hari senin dan diakhiri dengan hari sabtu. Ada juga pancawara atau pasaran, yaitu setiap hari dengan siklus 5 harian. Dan satu lagi siklus paling familiar di masyarakat yaitu selapan (siklus 30 hari), yang artinya pemasangan saptawara dan pasaran. Selain itu masih ada delapan siklus, sehingga total keseluruhan ada 10 siklus.


Kegunaan Kalender Pawukon dalam Kehidupan


Selain berfungsi sebagai penanggalan biasa, Pawukon diyakini sebagai penentu ramalan yang hampir selalu tepat. Karenanya, kalender ini digunakan sebagai pedoman untuk menentukan hari baik, hari buruk, bahkan memprediksi kecocokan sepasang kekasih.


Ilustrasi hari baik pernikahan [image: source]

Tidak hanya itu, rincian karakter seseorang juga dapat dijabarkan hanya dengan mengetahui hari lahirnya. Ya, hanya dari hari lahir, sudah bisa diketahui bagaimana sifat dan watak seseorang.


Kelebihan Pawukon sebagai Media Ramal


Meski eksistensi Pawukon tidak sepopuler zodiak (astrologi Barat) atau shio (astrologi Tionghoa), namun informasi dan perhitungan yang diberikan tidak kalah tepat dari keduanya. Terlebih Pawukon tidak hanya bisa memberi gambaran karakter, watak, maupun kondisi fisik seseorang seperti zodiak.


Ilustrasi media ramal [image: source]

Kalender ini bisa menentukan proyeksi nasib seseorang di masa yang akan datang, dan juga memberikan pantangan yang harus dihindari untuk mencegah kesialan.


Pawukon dan Kisah Kerajaan Kuno


Dikisahkan dalam Serat Pustaka Raja Purwa, Pawukon dikaitkan dengan kehidupan keluarga Kerajaan Giliwengsi dalam wayang purwa. Menurut karya Raden Ngabehi Ranggawarsita, nama-nama Wuku terakhir diambil dari nama Raja Giliwengsi, yaitu Prabu Watugunung.


Ilustrasi Wayang Purwa inspirasi Pawukon [image: source]

Sedangkan wuku awal adalah nama istri pertama sang prabu yaitu Sinta, dilanjutkan dengan istri keduanya Landep. Dan nama wuku selanjutnya adalah nama anak-anak sang prabu.


Nasib Kalender Pawukon Saat Ini


Sampai saat ini, eksistensi kalender Pawukon masih ada. Sayangnya, tidak semua orang tahu bagaimana rumusan untuk mencari hari baik dengan kalender ini. Memang, butuh keahlian tersendiri untuk bisa memakai kalender ini.


Kalender Pawukon [image: source]

Kebanyakan orang-orang hanya meminta sesepuh desa atau orang Jawa kuno untuk mencari hari baik, tanpa tahu kalau yang dipakai adalah kalender Pawukon. Sedangkan di Bali, kalender ini lebih sering digunakan untuk menentukan hari-hari besar keagamaan.


Pawukon adalah salah satu contoh budaya asli peninggalan nusantara yang mulai punah. Terlepas dari pro kontra yang mengiringi eksistensinya, tentu sebagai orang yang lahir di tanah air setidaknya mengetahui tentang budaya bangsa sendiri.






No comments:

Powered by Blogger.