Safiatuddin Syah, Ratu Terhebat Aceh yang Terlupakan Sejarah
Berbicara tentang pahlawan perempuan Aceh pasti nama Cut Nyak Dien langsung disebut pertama kali. Memang tak bisa disangkal kalau sosok satu itu luar biasa, tapi beliau tentu saja bukan satu-satunya wanita hebat di negeri rencong. Ya, ada satu lagi tokoh wanita hebat yang kiprahnya juga luar biasa. Beliau adalah Sultanah Safiatuddin Syah, sang pemimpin wanita terhebat Aceh.
Sebelum berstatus sebagai sultanah, Safiatuddin Syah merupakan istri dari Sultan Iskandar Tsani. Setelah sang suami wafat ketika itu sangat sulit mencari sosok pengganti laki-laki yang masih memiliki ikatan keluarga, sehingga Safiatuddin Syah pun maju untuk dijadikan ratu. Dalam masa kepemimpinannya, terjadi hal-hal luar biasa. Sayangnya, di sisi lain kontra pun terjadi lantaran beliau adalah wanita.
Lebih jauh tentang sosok satu ini, berikut adalah fakta-fakta tentang Sultanah Safiatuddin Syah yang mungkin belum kamu tahu.
Memimpin Selama Lebih Dari 30 Tahun
Tidak banyak yang tahu apabila pemilik nama asli Putri Sri Alam ini merupakan sultanah pertama yang memimpin kerajaan Islam Aceh Darusalam. Masa kepemimpinannya pun tidak main-main untuk sosok perempuan, yakni 31 tahun mulai dari tahun 1644-1675.
Pada tahun 1639 ketika terjadi Perang Malaka, Sultanah Safiatuddin bahkan membentuk sebuah barisan perempuan untuk menguatkan benteng istana. Banyak kebijakan bernilai positif yang dilakukan oleh ratu hebat ini. Salah satu yang terkenal adalah tentang tradisi pemberian hadiah berupa tanah untuk pahlawan perang. Masa pemerintahan sultanah Safiatuddin pun dinilai sangat bijak, di mana menyoal hukum serta adat istiadat dijalankan dengan baik.
Ratu yang Juga Seorang Penulis
Pada masa kepemimpinan Sultanah Safiatuddin perkembangan sastra sangatlah pesat. Hal ini juga tidak lain karena sang ratu merupakan sosok yang cinta terhadap bacaan. Banyak yang mengetahui apabila beliau sangat menyukai mengarang sajak dan cerita-cerita pendek.
Tidak hanya sebatas rasa suka saja, wujud nyata yang telah dilakukan oleh Sultanah Safiatuddin untuk mencerdaskan rakyatnya ketika itu adalah mendirikan perpustakaan. Tak banyak pemimpin yang perhatian dengan hal-hal semacam ini, namun Sultanah Safiatuddin melakukannya dengan sangat baik.
Banyak Kontra Selama Dia Menjabat
Pemimpin perempuan pada kala itu masih dianggap tabu sehingga menimbulkan banyak kontra dari sejumlah kalangan. Ada banyak faktor yang menjadikan pengangkatan sang ratu menuai protes. Dari sisi kultur, sebagai kerajaan berbasis Islam memiliki pemimpin perempuan dianggap agak bertentangan dengan hukum.
Ketika itu banyak tokoh dan ulama yang tidak menyukai Safiatun menjadi pemimpin dengan alasan-alasan khusus. Walaupun demikian, tidak sedikit pula yang mendukung Safiatuddin menjadi Sultanah.
Melepas Jabatannya dengan Sangat Unik
Sultanah Safiatuddin dikenal sebagai pemimpin cerdas serta cakap menyoal urusan negara/pemerintahan. Ketika masa jabatannya berakhir ada sebuah sesi unik atau gebrakan baru dalam kerajaan Islam.
Disebabkan tidak memiliki keturunan, sang ratu akhirnya mengangkat tiga orang perempuan meneruskan tahtanya. Lalu di mana nilai uniknya? Ya, ketiga perempuan tersebut justru bukan berasal dari keturunan ningrat atau bangsawan Aceh, melainkan kalangan biasa. Ketiga perempuan tersebut adalah Sultanah Nurul Alam Nkiyahtudin, Sultanah Inyatsyah Zakiatudin serta Sultanah Kemalat Syah. Setelah Safiatuddin, Aceh pun dipimpin oleh ketiga sosok ini. Ini adalah gebrakan yang luar biasa yang mungkin jarang atau bahkan tidak dilakukan oleh kebanyakan pemimpin.
Meski tidak banyak arsip yang mencatat sejarah tentang Sultanah Safiatuddin, tapi usahanya memimpin tentu patut jadi teladan dan diapresiasi. Keberhasilannya memimpin sebuah kerajaan pun terbilang nyata. Hal ini membuktikan apabila perempuan juga memiliki hak untuk punya sebuah ambisi mewujudkan mimpi. Semoga dengan membaca postingan ini kita jadi semakin mencintai sejarah.
No comments: