Kisah Iwan Cepi Murtado, Pembunuh Bayaran Paling Ditakuti Seantero Jakarta
Dulu, mendengar namanya saja orang-orang sudah begidik duluan.
Jika berbicara tentang pendekar, tokoh yang paling identik dengan julukan tersebut mungkin adalah Si Pitung. Meski hingga saat ini, tidak diketahui apakah Si Pitung benar-benar ada ataukah hanya tokoh fiksi, namun dialah pendekar yang ceritanya paling lekat di hati masyarakat.
Di dunia nyata, sebetulnya terdapat sosok yang mirip sekali dengan Si Pitung, yaitu Murtado si Macan Kemayoran. Ia memiliki kemampuan silat yang tiada tandingannya, dipercaya sebagai mandor pada masa Belanda, namun mengkhianati mereka dengan mencuri persediaan pangan Belanda dan memberikannya pada kaum Pribumi. Sudah semacam Robinhood versi Indonesia saja, ya.
Si Macan Kemayoran memiliki keturunan yang tidak kalah hebatnya, yaitu Iwan Cepi Murtado. Iwan memang tidak memiliki kemampuan silat, tapi ia sangat cermat, cerdas, dan bengis. Ia bisa melakukan apa yang ia inginkan secara rapi dan tidak diketahui siapa-siapa. Berbeda dengan ayahnya, ia menggunakan kemampuan tersebut untuk perbuatan jahat.
Si Pembunuh Bayaran
Saat masih anak-anak, Iwan sudah pernah dijebloskan ke penjara karena membunuh. Ini tidak membuatnya jera. Di tahun 1970-an, Iwan kembali melakukan perbuatan tak bermoral tersebut. Ia mendapat pesanan dari orang-orang kaya untuk membunuh saingan bisnis mereka.
Sebelum hari pembunuhan, Iwan melakukan perencanaan terlebih dahulu. Ia menguntit calon korbannya selama tujuh hari tujuh malam tanpa tidur. Dibacanya gerak-gerik korban dan perilakunya dari rumah hingga kantor. Pada hari H iya langsung menikam korban dan melenyapkan jasadnya.
Untuk eksekusi, Iwan dibantu oleh seorang kawan yang disebut dengan pilot. Tugas pilot adalah menyetir mobil yang digunakan untuk membawa jenazah korban ke tempat pembuangan. Pilot adalah orang kepercayaan Iwan yang mahir dalam membawa kendaraan.
Sang Jutawan
Sekali membunuh, Iwan bisa mendapatkan upah 5 juta Rupiah. Di tahun 70-an, jumlah itu sangatlah banyak. Bahkan lebih banyak dari harga sebuah mobil. Jumlah yang menggiurkan itu membuat Iwan tidak ragu-ragu dalam menerima pesanan. Sebelum masuk penjara, ia telah menghabisi nyawa tujuh orang.
Pembunuhan terakhir yang ia lakukan adalah pesanan dari orang Sekretariat Negara di tahun 1980-an. Korban adalah istri muda pejabat yang dibunuh dengan tali tambang. Upah dari pembunuhan ini mencapai Rp 100 juta! Meski begitu, tindakannya ini membuat Iwan harus mendekam di penjara selama satu dekade. Ia sedang sial karena mayat yang buangnya tersangkut sehingga cepat ditemukan oleh warga dan segera diusut kasusnya.
Latar Belakang Militer
Sebelum berprofesi sebagai pembunuh bayaran, pria yang terlahir dengan nama Muhammad Ikhwan ini bekerja sebagai tentara yang ditugaskan di Malang, Jawa Timur. Ia mengaku gaji tentara sangatlah kecil sehingga memutuskan untuk kabur saja.
Pengalamannya di militer membuat Iwan pandai mengatur strategi, memata-matai, dan mengeksekusi korban. Memang pada saat ia masih menjadi prajurit, ia sering ditugaskan untuk membunuh antek komunis. Kemampuannya dalam mengincar dan membunuh sangatlah tajam. Ia juga tidak memiliki rasa belas kasihan karena terlalu sering menghabisi nyawa orang.
Kehidupan Iwan berubah sejak ia memiliki keluarga. Hatinya menjadi luluh berkat anak perempuannya, Ade Naziha. Ia tidak lagi mau membunuh orang. Meski banyak yang memintanya untuk kembali melakukan tindakan kriminal, Iwan menolak dan memilih untuk memiliki pekerjaan halal. Ia pun turut mendirikan Lembaga Macan Kemayoran yang fokus pada kegiatan sosial. Prev
No comments: