Mengenang Tragedi Gunung Berapi Pelée yang Tak Kalah Dahsyat dari Krakatau
Dahsyatnya letusan menobatkan gunung Pelée sebagai gunung dengan letusan terdahsyat ketiga dalam sejarah.
Gunung Pelée adalah sebuah gunung berapi semi aktif yang terletak di pesisir utara pulau Martinique, Perancis. Gunung berapi ini punya ketinggian 1379 meter di atas permukaan laut. Statusnya saat ini memang tidak aktif, namun masih tetap menampakkan aktivitas seismik.
Gunung berapi ini menjadi mahsyur berkat letusannya yang sangat dahsyat dan besarnya kerusakan yang diakibatkan. Saking hebatnya, letusan yang terjadi pada bulan Mei tahun 1902 tersebut dinobatkan sebagai letusan gunung berapi paling mematikan pada abad ke-20 dengan total korban jiwa sekitar 30.000 orang.
Peringatan yang tak dihiraukan
Gunung berapi Pelée sudah mulai menampakkan aktivitasnya bahkan sejak awal bulan April di tahun yang sama. Para pendaki gunung mencatat adanya kemunculan gas sulfur yang mengepul dari kawah gunung. Namun, aktivitas tersebut dianggap biasa oleh mereka, lantaran kejadian serupa memang sering terjadi di masa lampau tanpa menyebabkan kejadian yang berbahaya.
Pada tanggal 23 April, gunung berapi ini mulai menampakkan aktivitas yang cukup mengkhawatirkan. Mulai dari sini, warga di sekitar gunung Pelée beberapa kali merasakan adanya getaran tanah ringan. Dua hari kemudian, gunung berapi ini memuntahkan segumpal awan besar yang terdiri dari bebatuan dan asap pekat. Meski cukup mengejutkan, namun sama sekali tak ada korban jiwa.
Akan tetapi, meski keesokan harinya wilayah gunung tersebut mulai terselubung asap vulkanis, masyarakat sekitar masih saja tak banyak berbuat dan menganggap bahwa itu adalah hal yang tak perlu dibesar-besarkan. Pemerintah setempat juga cukup pede dengan cara menenangkan masyarakat dan meminta mereka untuk melanjutkan aktivitas seperti biasa.
Memasuki bulan Mei, beberapa aktivitas yang lebih genting mulai ditampakkan oleh gunung tersebut. Ledakan yang nyaring terdengar hingga berpuluh kilometer jauhnya, gempa bumi berskala kecil, dan segumpal asap pekat yang membumbung tinggi ke udara hingga menutupi hampir sebagian besar wilayah. Satu persatu hewan mulai mati kelaparan dan kehausan lantaran sumber air dan makanan mereka terkontaminasi oleh abu.
Sehari sebelum kejadian, tepatnya sekitar pukul 4 pagi, aktivitas Pelée kian meningkat. Awan abu yang menggelembung sampai menyebabkan beberapa lecutan guntur tepat di atas gunung berapi tersebut.
Bukannya berduyun-duyun menjauhi lokasi yang membahayakan tersebut, warga setempat malah mengunci diri di rumahnya masing-masing. Ditambah lagi, orang-orang yang berasal dari pinggiran malah masuk ke wilayah ini untuk mencari tempat pengungsian. Koran-koran setempat dengan bebal menyebutkan bahwa kota tersebut masih aman.
Puncak tragedi yang mengenaskan
Klimaksnya, pada tanggal 8 Mei, gunung berapi tersebut benar-benar meletus. Awan hitam yang terdiri dari lahar panas dan bebatuan besar dimuntahkan oleh gunung tersebut dan “tumpah” hingga menyapu bersih sesisi kota Saint-Pierre. Malang, para warga tak sempat melarikan diri karena peristiwa tersebut terjadi hanya dalam hitungan menit.
Kota tersebut hangus terbakar selama beberapa hari setelahnya. 18 kapal yang tengah berlabuh di dermaga juga ikut hancur lengkap beserta dengan para kru kapal yang berada di atasnya.
Pada saat itu, populasi Saint-Pierre diestimasi sekitar 28 ribu jiwa. Jumlah tersebut meningkat beberapa ratus jiwa akibat kedatangan pengungsi. Konon, letusan ini merenggut 30 ribu jiwa. Dan legenda mengatakan bahwa hanya ada dua penyintas atau korban selamat dari letusan maut itu. Seorang pembuat sepatu dan seorang tahanan.
Besarnya jumlah korban dan kerusakan membuat letusan gunung berapi ini disebut-sebut menjadi yang paling mematikan yang pernah terjadi di abad ke-20. Dan menempati posisi ketiga sebagai letusan paling maut yang pernah terjadi di muka bumi, mengekor letusan Tambora (1815) dan letusan gunung Krakatau (1885).
Sejak letusan gunung berapi yang terjadi pada era modern tersebut, kini para ilmuwan sudah banyak mempelajari aktivitas gunung berapi dan berusaha memprediksi kapan kejadian serupa akan terulang lagi. Supaya tindakan pencegahan dapat diambil dan korban jiwa dapat diminimalisir. Next
No comments: