Joseph Kony, ‘Hitler’ Asal Uganda Perekrut Tentara Anak-anak
Masa anak-anak seharusnya dihabiskan dengan bersenang-senang dan bermain. Dua hal ini penting bagi mereka karena secara tidak langsung bisa membentuk kepribadian serta perkembangan jiwa yang bagus. Hal ini kemudian yang nantinya akan menjadi bekal atau pondasi menuju tahapan-tahapan umur selanjutnya. Lantaran begitu penting dampaknya, para dewasa haruslah paham dan memberi ruang bagi anak-anak.
Namun, semua konsep ini kadang tak mudah untuk diwujudkan. Apalagi ketika anak-anak berada di tempat-tempat yang tak memungkinkan untuk bermain, misalnya negara konflik atau semacamnya. Di Uganda contohnya, anak-anak di sana sama sekali tak punya waktu dan tempat buat bermain. Alih-alih mengembangkan diri, bocah-bocah di sana malah dijadikan tentara yang harus benar-benar perang. Ada pun pemrakarsa hal keji ini adalah Joseph Kony, si Hitler-nya Uganda.
Kony mungkin bisa dianggap sebagai tokoh di balik mirisnya Uganda sekarang. Pria ini tak hanya membentuk gerakan anarkis yang bikin ketar-ketir tapi juga hal-hal nyeleneh macam mengaku sebagai utusan Tuhan. Soal anak-anak, ya, Kony melakukan perekrutan kepada bocah-bocah untuk dijadikan tentara dan kemudian berbuat kerusakan.
Memiliki Temperamen Buruk Sejak Kecil
Joseph Kony lahir di Uganda pada tahun 1961. Ia merupakan anak dari pasangan petani biasa yang bertempat tinggal di bagian utara Uganda. Keluarga Kony merupakan anggota kelompok Acholi. Selama kecil ia aktif di kegiatan gereja dengan menjadi anak altar. Kony hidup bersama saudara-saudaranya, tapi ia dikenal memiliki temperamen yang buruk. Saat merasa terkonfrontasi ia sering marah besar.
Masa kecil Kony juga diwarnai perkelahian dengan teman-temannya, sehingga ia harus berhenti sekolah di usia 15 tahun dan menjadi semacam dukun penyembuh. Pada tahun 1995 ia ikut pemberontakan warga Acholi lewat perkumpulan Holy Spirit Medium. Kemudian ia merubah nama perkumpulan tersebut menjadi LRA dan mengaku sebagai nabi masyarakat Acholi.
Pemikiran Nyeleneh Kony Mengenai Agama
Dari mengangkat dirinya sebagai nabi, kita sudah tahu bahwa ada yang nggak beres pada Kony. Selain mengaku sebagai nabi, Kony juga membohongi pengikutnya bahwa ia adalah perantara antara dunia nyata dan gaib. Kony mengaku sering keluar masuk alam gaib untuk mencari ilham mengenai langkah apa yang harus ia lakukan selanjutnya sebagai pemimpin. Kony menghalalkan pembunuhan karena menurutnya Tuhan juga melakukan hal yang sama pada kaum Nabi Nuh serta Sodom dan Gomorah.
Kony mencekoki pengikut-pengikutnya dengan hal-hal yang nggak masuk akal. Ia menanamkan paham, bahwa dengan menggambar salib menggunakan minyak di dada bisa menghindarkan diri dari peluru. Ia juga melakukan praktek poligami. Menurut kabar ia memiliki banyak istri. Dari hubungan poligami tersebut, Kony memiliki 42 anak.
Merekrut Anak-anak dan Melakukan Kejahatan Keji Lainnya
Ilham abal-abal yang didapat Kony digunakannya untuk melakukan kejahatan. Ia mencuci otak anak-anak agar bersedia menjadi bala tentara LRA. Nggak hanya itu saja, anak-anak ini bahkan ada yang diperbudak. Kony juga mengibuli anak-anak ini, bahwa air suci bisa membuat mereka anti peluru. Anak-anak ini hidup dalam keadaan mencekam. Mereka akan dipukuli oleh kelompoknya jika menolak menjadi tentara.
Melalui perantara dunia gaibnya, Kony mengaku mendapatkan ‘penglihatan’ lewat mimpi. Dari mimpi ini Kony memerintahkan untuk membunuh, memperkosa, dan menghancurkan tempat tinggal orang lain. Ia ingin membuat masyarakat Alcholi menjadi murni kembali. Yah, mirip-mirip dengan Hitler gitu deh.
Joseph Kony Menjadi Buronan
Dunia gempar oleh aksi Joseph Kony. Sampai saat ini disebut-sebut ia masih memimpin LRA dan merekrut anak-anak. Selama ini tercatat Kony telah melakukan pembunuhan pada sekitar 10 ribu orang. Ia juga telah menyekap anak-anak sebanyak 24 ribu orang.
Pada tahun 2012 Kony menjadi pembicaraan di media sosial karena sebuah film dokumentasi berdurasi 30 menit mengenai kejahatannya. Video tersebut menuntut pencarian dan penangkapan Kony agar dilakukan sesegera mungkin.
Tidak bermaksud menyalahkan Tuhan, tapi alangkah malangnya anak-anak yang ada di sana. Alih-alih bisa bebas bermain, mereka justru dipaksa melakukan hal yang sama sekali bertentangan dengan nurani. Di momen ini seharusnya kita bersyukur sejadi-jadinya karena berada di posisi yang serba nyaman. Untuk Uganda, mari berharap agar negara ini kembali sejahtera dan tak terjangkiti Hitler masa kini macam si Joseph Kony.
No comments: