Beripat Beregong, Tradisi Saling Cambuk Rotan Ala Belitung untuk Buktikan Kejantanan
Ada banyak sekali hal yang dapat di eksplor dari si eksotis Belitung, salah satunya adalah budaya dan tradisinya. Soal tradisi, Belitung tak hanya punya Marastaun tapi juga banyak jenis budaya lainnya. Termasuk salah satunya adalah Beripat Beregong. Tradisi unik ini dilakukan sebagai pembuktian kejantanan bagi para kaum adam di sana.
Beripat beregong, adalah sebuah tradisi masyarakat Belitung yang ditujukan untuk mengetes kejantanan seorang lelaki dengan cara saling memukul menggunakan rotan. Tampak menyakitkan memang, tapi kegiatan tersebut tak pernah sepi dari peminat. Ya mungkin karena sifat alami seorang lelaki yang ingin menjadi terkuat di antara lingkungannya.
Tradisi bermula dari perebutan seorang puteri cantik
Menurut legenda, di sebuah desa bernama Kelekak Gelaggang hiduplah seorang gadis cantik yang membuat banyak pria ingin menyuntingnya. Hal itu sontak membuat orang tua si cantik bingung karena banyaknya lamaran datang dan ragu memutuskan siapa yang berhak mempersunting putrinya. Setelah berpikir beberapa lama akhirnya keluarga mempersilakan para pelamar membuat sebuah undian untuk mendapatkan sang gadis.
Semua pria yang terkenal kuat tersebut memutuskan untuk membuat pertandingan pukul-pukulan dengan menggunakan rotan. Siapa yang punggungnya terpukul maka dia kalah. Pertandingan tersebut kemudian dilengkapi dengan iringan berbagai alat musik seperti gong, kelinang, tawak-tawak, gendang, dan serunai.
Pemain harus mendapatkan ijin dari tetua
Beripat Beregong ini biasanya dapat ditemui saat pelaksanaan tradisi tahunan Marastaun di Belitung. Cara memulai permainannya pun tidak mudah karena harus ada persiapannya cukup banyak, mulai dari selamatan sampai pembangunan rumah tinggi (6-7m) yang mana sebagian darinya bakal digunakan oleh mereka para penabuh alat musik. Tentang menaikkan alat musik ke rumah, hal tersebut pun tak boleh dilakukan sembarangan karena harus dipimpin ketua adat atau ahli waris pemilik gong.
Selain itu, tradisi ini juga harus dihadiri oleh para petinggi adat, juru pisah, dan pencatat jumlah pukulan. Setelah semua siap, barulah pria-pria yang ingin mencoba ilmu itu menemui sang tetua untuk ditanya asal rumah. Pasalnya, para pria yang akan bertanding tidak boleh berasal dari kampung yang sejalan. Bila dukun sudah menyetujui mereka bertanding, maka dia lelaki tersebut bisa langsung menuju arena.
Rotan yang digunakan harus diberi air jampi
Hal lain yang harus dilakukan sebelum memulai duel adalah dengan memeriksa rotan yang akan digunakan. Senjata tersebut akan diukur sama panjang sebelum digosok menggunakan air yang sudah diberi mantra atau jampi-jampi. Menurut masyarakat, air mantra tersebut memiliki khasiat menahan sakit meski pukulannya keras.
Namun rasa sakitnya baru akan terasa sesampainya di rumah pemain. Setelah ritual pemberian air suci pada rotan selesai, kedua pria jantan bisa memasuki gelanggang permainan sambil diiringi teriakan penonton.
Dua jawara harus membuka baju mereka
Permainan ini mengharuskan pria-pria tersebut membuka baju bagian atas mereka, selain itu bagian kepala ditutup menggunakan sehelai kain dan tangan kiri dibungkus agar bisa menangkis serangan lawan. Kedua pemain juga harus mengenakan kain sebatas lutut saat bertanding.
Syarat-syarat yang diberlakukan untuk duel ini adalah tidak diperbolehkan menyerang dengan cara mengecoh atau menyerunduk. Tidak diperkenankan menyerang bagian kepala maupun pinggang ke bawah. Pukulan baru akan dianggap sah bila mengenai bagian belakang lawan.
Seperti itulah perjuangan para pria Belitung membuktikan kejantanan mereka. Cara yang terlihat kasar tapi tentunya sangat menantang bagi para lelaki pemberani. Tradisi-tradisi unik dan menyakitkan seperti ini pastinya juga bisa ditemukan di daerah lain di Indonesia yang memang terkenal akan kekayaan budayanya.
No comments: