Inilah Alasan Kenapa TKI Indonesia Tidak Layak Disebut Babu
Baru-baru ini dunia maya dihebohkan dengan cuitan wakil ketua DPR RI, Fahri Hamzah yang dianggap menghina anak bangsa. “Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela..” tulisnya. Pernyataan ini menuai kecaman dari berbagai pihak, khususnya mereka yang peduli terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Ironisnya, Fahri Hamzah sendiri adalah Ketua Tim Pengawasan Tenaga Kerja Indonesia. Jika yang mengawasi TKI menganggap pekerjaan mereka seperti babu, lalu siapa yang akan melindungi kawan-kawan kita di negeri orang itu?
Semua pekerjaan yang halal adalah pekerjaan terhormat, termasuk menjadi TKI dengan semua macam pekerjaan di sana. Tentu adalah salah besar kalau ada yang bilang TKI sama dengan babu, karena mereka jelas lebih dari itu.
Indonesia Berutang Budi Kepada TKI Lewat Devisa
Devisa bisa didapatkan dari berbagai sektor seperti ekspor dan pariwisata. Faktanya, devisa terbesar Indonesia didapatkan dari penghasilan jutaan TKI kita yang membanting tulang di luar negeri. Mereka membawa pemasukan bagi negara Indonesia. Tanpa mereka, kita akan kesulitan dalam mengembangkan perekonomian. Apalagi komoditas dan pariwisata kita tidak mengalami peningkatan prospek yang signifikan.
TKI juga membawa kesejahteraan bagi keluarga mereka. Seandainya mereka tidak bekerja, tingkat kemiskinan di Indonesia pasti jauh lebih tinggi daripada saat ini. Berkat pekerjaan mereka, banyak orang tua yang mampu menyekolahkan anaknya di sekolah terbaik, menyejahterakan orang tuanya, dan menyantuni orang-orang miskin.
Rela Berjauhan dengan Keluarga
Sulit lho berpisah dengan keluarga demi pekerjaan. Tapi TKI kita rela merantau untuk mencari rejeki. Apa yang mereka lakukan pun bukan untuk kepentingan pribadi, namun untuk anak-anak dan orang tua mereka. Tenaga kerja negara kita memiliki mental yang kuat yang jelas tidak dimiliki oleh babu.
Membuat Perubahan
Meski tidak semua, tapi banyak sekali TKI yang kembali ke Indonesia untuk membuat perubahan. Mereka menyimpan sebagian pendapatan mereka untuk membeli buku. Mereka juga sudah terbiasa dengan pola hidup disiplin selama bekerja di luar negeri. Saat kembali, apa yang didapatkan di negeri seberang mereka tularkan ke orang-orang sekitar. Sedikit demi sedikit, anak-anak mereka ikut menjadi disiplin dan gemar membaca buku.
Heni, seorang mantan TKI menyisihkan sebagian gajinya saat bekerja di Hong Kong untuk berkuliah. Ia terus bekerja di sana hingga lulus kuliah. Sepulangnya ke Indonesia, ia mendirikan AgroEdu Jampang Comunity, sekolah gratis bagi mereka yang tidak mampu.
Sebagian TKI lagi menabung untuk membuka bisnis saat kembali ke tanah air. Mereka bekerja secara mandiri dan bahkan membuka lapangan kerja. Misalnya Tusmino yang sekembalinya dari Korea memutuskan untuk membudidayakan ikan. Bisnisnya mampu meraup omzet 30 juta sebulan dan kini mempekerjakan 12 orang karyawan.
Itulah yang membedakan TKI dengan babu. Mereka tidak mengemis dan menjilat orang lain. Mereka bekerja secara terhormat dan bahkan melakukan perubahan bagi bangsa kita, lho!
No comments: